Hubungan Kita Sudah Lama...
Disarankan membaca blog ini sambil mendengarkan lagu Niki - Lose
Beberapa saat yang lalu, seorang sahabat curhat kepadaku tentang hubungannya; cerita ini ditulis berdasarkan persetujuaannya. Sebagai teman juga sahabat yang baik sebisanya aku mendengarkan tentang curhatannya. Kira-kita jika aku bisa ambil garis besarnya, ceritanya begini:
"Pav, aku baru putus setelah tiga tahun pacaran. Akhir-akhir ini hubunganku kaya hambar, kami hanya berkomunikasi seperlunya. Dia selalu bilang 'kita sudah tiga tahun bersama, kita sudah sangat saling kenal, keluarga kita saling kenal, aku ga mungkin macam-macam dibelakang kamu' jujur aku percaya kata-kata itu. Jujur tiga tahun aku mengenalnya, aku tahu betul prinsipnya dia tidak akan main dibelakangku. Tapi entah kenapa perasaanku mulai hilang, aku sudah mencoba komunikasi tentang apa yang aku alami dan bagaimana aku ingin dia menjadi seperti yang aku mau. Sayangnya aku merasa tidak ada perubahan dalam dirinya, tidak ada yang berubah. Seminggu yang lalu akhirnya kami putus."
Aku tanya apakah sahabatku ini merasa galau, dia menjawab "Ini yang mau aku tanya, kenapa aku tidak merasakan galau? Apakah aku sudah tidak menyayaanginya?"
Dan jawaban ini yang ingin aku bagikan kepada kalian:
Waktu perkuliahanku dulu, aku ingat betul mata kuliah psikologi sosial, dosenku pernah menjelaskan tentang teori segitiga cinta yang dikemukakan oleh Psikolog asal Amerika Serikat bernama Robert Sternberg. Menurut Sternberg, cinta itu terjadi atas tiga elemen:
Keintiman, gairah dan komitmen. Menurutnya, jika salah satu elemen mengalamani kecacatan atau rusak, cinta tidak akan sempurna. Dan menurutku, apa yang dialami oleh sahabatku ini salah satu contoh kasus ketika ketiga elemen tersebut tidak terpenuhi, cinta mereka menjadi cacat.
Kadang kala kita juga lupa bagaimana kita memandang sebuah hubungan, kadang kita hanya berpacu pada kuantitas hubungan, pada berapa lama hubungan sudah berlangsung, pada berapa tangkai bunga yang kita beri untuk pasangan, pada berapa banyak kita sudah menamatkan series bersama pasangan. Kita terlalu banyak menghitung selama bersama pasangan, kita mengabaikan bagaimana kualitas hubungan kita. Ketika kita sudah memikirkan kualitas hubungan, kita akan mulai memikirkan apakah pesangan kita nyaman dengan perlakukan kita, apakah ada kebutuhan pasangan yang belum kita penuhi, sudahkah kita menjadi pendengar yang baik untuknya, baguskah kualitas komunikasi kita dengan pasangan? Kita akan lebih sering melakukan komunikasi dua arah, kita tidak akan hanya menghitung tentang "berapa?" tapi kita akan mulai bertanya kepada diri kita sendiri "apakah?"
Hubungan yang hanya berlandaskan pada kuantitas hanya akan menghasilkan hubungan auto-pilot, semua terjadi sebagaimana kebiasaan. Kebanyakan dari kita hanya ingin dimengerti dengan "kita udah lama ya pacaran, tolong ngerti aku." Sikap egosentris yang perlahan-lahan tumbuh subur dihubungan, kita lupa bahwa dalam berpasangan kita perlu untuk bisa saling memahami satu sama lain. Seperti yang dikatakan Strenberg, ketika kita hanya berpacu pada kuantitas komitmen, keintiman dan gairah akan pelan-pelan luntur, cinta tidak akan tubuh subur dengan baik. Kita perlu merasakan keintiman dan gairah untuk mengukur bagaimana kualitas hubungan kita.
Pertanyaan "apakah normal jika aku tidak meraasakan galau padahal aku baru saja putus setelah pacaran tiga tahun?" Jawabannya adalah normal. Tiga tahun hanyalah kuantitas hubungan, kualitas hubungannya rusak. Elemen cinta sudah cacat sejak lama, sehingga mau sepuluh tahun pun bersama jika hubungannya tidak berkualitas, cinta tidak ada artinya.
Sahabatku menanyakan lagi, "tapi yang ku tau dia sekarang galau setelah hubungan kami berakhir." Aku menjawab, sikap egosentis yang hanya ingin dipahami dan dimaklumi sudah tumbuh subur dalam dirinya, menjadikan dirinya selalu merasa aman bahwa kamu tidak akan meninggalkannya. Sikap egosentris bahwa kamu akan selalu paham keadaannya menjadikan dia abai atas kebutuhanmu sebagai pasangan, walaupun kamu mencoba mengkomunikasikan bagaimana kamu ingin diperlakukan atau bagaimana seharusnya hubungan berlangsung, dia hanya akan selalu berlindung didurasi hubungan kalian. Melakukan gaslighting hanya untuk dimengerti, membuat kamu enggan meninggalkan karena sayang terhadap durasinya bukan lagi sayang kepada pasangan.
Cinta adalah tentang dua orang. Ibarat kata orang, cinta layaknya tepuk tangan, perlu dua tangan agar ada suara yang timbul, jika hanya satu tangan tidak pernah akan ada bunyi diantaranya. Sternberg menjelaskan bahwa cinta adalah tentang dua orang yang merasakan keintiman, gairah dan komitmen. Jika hanya salah satu merasakannya, cinta itu tidak lagi dapat dikatakan sebagai bentuk cinta.
Jika kalian berada dalam posisi ini, sebagaimana stoik mengajarkan kita, hanya ada dua yang dapat menjadi kendali kita: komunikasikan atau tinggalkan. Ketika kamu sudah mengkomunikasikan apa yang ingin kamu dapatkan sebagai pasangan, tapi dia tidak merespon permintaanmu atau abai terhadap itu, meninggalkan adalah satu-satunya jalan. Kamu harus bisa merasakan "cukup" dengan dirimu sendiri, karena bersama ataupun tidak, kebutuhan itu secara sadaratau tidak sudah kamu cukupi sendiri tanpa ada peran pasangan didalamnya. Kamu berharga, jangan membuang waktu terhadap apa yang abai kepadamu. Kamu tidak akan pernah bisa mengubah orang lain, mereka hanya berubah ketika mereka ingin. Ketika kamu sudah mengkomikasikan apa yang kamu mau dan dia tidak menanggapi, berhenti untuk memohon pada sesuatu yang tidak bisa kamu ubah. Sekali lagi, siapapun kamu, laki-laki ataupun perempuan, kamu berharga, berhenti untuk membuang waktumu secara cuma-cuma, semakin lama durasinya, semakin lama juga waktumu terbuang sia-sia.
_ Pavita Avissa
Blogg ini ditulis tanggal 22 Desember 2024, selesai pukul 10.20 AM di Cafee Kota Lama, Banjarmasin.
Pasangan diciptakan untuk 2 orang yang memiliki pemikiran yang sama, tujuan hidup yang sama, suka cita bersama🙂.
ReplyDelete